Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Melihat Sejarah Seperti Mata Elang

Buku "Sejarah Umat Manusia" Toynbee

Sejarah terus berjalan, dan terus berulang jika tidak ada perbaikan ataupun peningkatan potensi manusia. Peryataan tersebut, sebagai efek baca buku sejarah umat manusia karya Toynbee. Dia mengulas sejarah umat manusia secara naratif, kronologi dan komparatif, dan dia menjanjikan di cover bukunya, setelah membaca buku karyannya, kita akan dapat melihat ringkasan sejarah secara kronologi seperti mata elang.

Apa maksud dari kalimat itu, saya belum menangkap substansi pesannya. Dia ingin memberikan kemudahan pembaca, agar melihat sejarah bak elang melihat dunia. Dari angkasa, memperhatikan dengan jeli apa yang menjadi sasaran empuk untuk disantapnya.

Melalui posting ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada blogger yang juga filsuf asal Pekanbaru, Aldo Muhes yang telah memberikan PR untuk membaca habis buku dengan ketebalan hampir 15 cm. Saya bilang padanya, "membaca buku setebal itu, tak perlu lama-lama, cukup lihat cover, referensi, dan kesimpulan, sudah dapat ditangkap semua konsepnya," kataku, sambil mikir bagaimana caranya menyelesaikan bacaan, kalau banyak hal yang belum pernah ku ketahui. Kalau memang bahan bacaan dengan tingkat baca biasa, bisalah.. tapi kalau semuanya asing, jadi gak bisa tidur nih.. pikirku.

Kemarin sore, Kamis, 21 Januari 2015, di Kantin Bersama, depan tempatku "melembagakan diri", maksudnya, bekerja di sebuah lembaga pemerintah yang dipekerjakan dengan perjanjian kontrak selama satu tahun. Ini prolognya, saya mencoba mengikuti alur pikiran yang di balut perasaan ingin segera menyelesaikan posting ini.

Ngopi, ngobrol tidak pakai tujuan, mengikuti irama sensasi indera yang bisa dirasa dan ingin dirasa. Saya ingin bercerita dulu tentang Kantin Bersama, kantin depan kantorku dipekerjakan di lembaga pemerintah non kementerian. Tempat itulah yang jadi saksi sejarah, dan menghidupi sejarahku bekerja, ditempat itu aku bisa nge-bon (berhutang) jika uang enggan mengalir di tangan. Dan selama masih ada kantin bersama, sejarahpun terus berjalan. Saya bisa makan disana, dan ngopi sesuai selera, tinggal pesan dan masuk ke dalam catatan buku matematika kantin bersama.

Kembali ke Mata Elang, Burung Elang dikenal sebagai binatang yang bisa terbang, dengan sorot mata yang tajam, mampu mengindra dari kejauhan, dan dengan kecepatan tinggi melesak menangkap apa yang ingin dimangsanya.

Itu tadi gambaran sederhana cara Toynbee memproses buku sejarah umat manusia. Dengan cara naratif, tentu saja supaya enak di ikuti alur pikirnya. Dengan cara kronologi tentu saja sesuai potensi manusia memperhitungkan dan memperkirakan peristiwa dengan waktu sebagai temuannya.

Kesadaran akan masalalu dan kemampuan mengimajinasi manusia, dua hal inilah yang sampai dengan hari ini masih jadi misteri hebat para pemikir yang benar-benar mau berpikir. Banyak yang berpikir, tapi untuk memenuhi kebutuhan ekonominya, dan banyak yang menggunakan pikirannya untuk memikirkan pikiran, dan ada yang tidak bisa melepaskan diri dari konsep waktu, karena semua sudah di program sesuai kemauan kesepakatan.

Permasalahannya adalah, ketika manusia menyadari akan kesadarannya, dan ingin.. ya, ingin ini, ingin itu, banyak sekali.. dan orang jepang punya kartun, doraemon yang dapat memberikan barang apa saja lewat perutnya.

Seperti pemikiran, bumi itu berputar diatas perut, jika perut tak terisi, otomatis bumi berhenti berputar. Bagaimana dengan melihat sejarah dengan mata Elang. Tentu saja sebelum melihat sejarah dengan mata elang, elangpun harus makan untuk menyadari potensinya melihat sejarah.

Ini akan membingungkan, jika diperturutkan tanya. karena jika ada pertanyaan, manusia juga mau jawaban, dan kalau sudah dijawab, tapi jawaban tak memuaskan, maka dicari lagi jawaban ditempat lain, dan kalau sudah di ujung pertanyaan tanpa jawaban, semua dikembalikan kepada ide tertinggi yang disadari manusia, yaitu tentang tuhan, dan kebertuhanan.

Sejarah terhubung dengan kesadaran, dan melihat sejarah dimasalalu, dengan kemauan masa kini, meski melihatnya jauh diangkasa menggunakan mata elang, tetap saja ada unsur  kemauan kekinian. Misalnya, saat saya membaca buku sejarah umat manusia, tentu saya ada mau, niat, ataupun dorongan, atau apapun yang dapat menggerakkan saya, kenapa saya mau membaca buku itu.

Toynbee mencoba memberikan janji, akan menyajikan sejarah umat manusia secara kronologi, tentu saja orang sekarang bisa mengikuti alur pikirnya, karena saat ini saya disadarkan akan konsep kronologi.

Janji Toynbee berkaitan dengan ilmu pemasaran, yang sedang digalakkan oleh ilmu pemasaran di zaman sekarang. Saya harus berhati-hati juga dengan bujukkannya agar mau terus membaca bukunya sampai habis. Karena yang dijiwai sebuah buku, adalah ingin dibuka-buka, dibaca-baca, difahami, ditafsirkan, dijadikan bahan keputusan, dan kemudian menghasilkan aksi di dunia kekinian, sesuai kronologi pembacanya.

Sekarang, saya ketikkan, apa yang menjadi PR Toynbee untuk dijawab pembacanya:
"Akankah manusia membunuh bumi sang ibu pertiwi atau menyelematkan? Manusia dapat membunuhnya dengan menyalahgunakan potensi teknologi yang semakin besar. Atau, dia akan menyelamatkan sang ibu pertiwi dengan mengendalikan kerakusan dirinya yang suisidal (kecenderungan untuk bunuh diri) dan agresif yang, dalam semua makhluk hidup manusia, merupakan hadiah dari ibu pertiwi. Inilah persoalan enigmatik yang kini mengadang kita sebagai manusia.".
Dengan PR diatas, jika saya punya kesadaran dan tergerak untuk memikirkan, dan berhasil menjawabnya, maka sebenarnya saya tak perlu baca seluruh bukunya, dan itulah seperti yang saya bilang di paragraf diatas, jika baca buku tebal, tak perlu baca per kata, namun dapat menggunakan teknologi yang saya gunakan, menjawab pertanyaan besar Toynbee.

Dari paragaraf PR diatas, dapat disimpulkan satu kata, "introspeksi", ya Toynbee tidak mau bersusah payah menyosialisasikan bukunya kemana-mana, dia cukup pertanyaan, dan akan dibawa kemana-mana pertanyaannya, demikian juga saya sebagai pembacanya, pertanyaan introspektif yang ditawarkan, tentu membikin PR untuk saya renungkan, dan perlu jawaban dengan segera, agar tak menjadi beban pikiran bagi diri saya, dan pembacanya yang lain.

Dan penting diketahui, bahwa metoda introspeksi diri bukanlah sesuatu yang baru, dari zaman nabi-nabi, hingga kini tetap efektif sebagai metoda untuk memperbaiki diri, cara lain belum ditemukan, mungkin "pencernaan mental" yang dulu pernah saya gembar gemborkan, tapi susah diterima akal orang zaman sekarang. Tapi, sudahlah suatu saat nanti sejarah akan berbunyi.. :D .

Itu saja.

Posting Komentar untuk "Melihat Sejarah Seperti Mata Elang"

Work online and earn real money