Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

2 Mei, Ingat Friedrich Fröbel


 "Dua tokoh pendidikan, akan meradang jika hidup dizaman sekarang, pendidikan sebatas transfer kurikulum dan besaran uang"

People & Blogs - Setiap kali tanggal 2 Mei, ingatanku melesak pada tokoh pendidikan raksasa ini. Namanya Friederich Wilhelm August Fröbel. Untuk menelusuri siapa tokoh ini, kalian dapat membaca di wikipedia. Di wiki, dibahas lengkap perjalanan hidup dan karya besarnya.

Di Indonesia, 2 Mei 2015 dijadikan hari pendidikan nasional, kalian tentu mengingat tokoh pendidikan nasional Ki Hadjar Dewantara. Aku pernah menelusuri sepak terjangnya di dunia pendidikan nasional, sebelum berniat menjadi pengajar di sebuah sekolah pinggiran di Semarang. Ya, dua tokoh ini yang menjadi dasar pemikiranku untuk mengajar. Betapa pentingnya pendidikan untuk membuat perubahan yang besar.

 Sejak tahun 2000, aku mulai menerapkan prinsip dasar mengajar dua tokoh ini, dan sampai tahun 2012 kuhentikan cita-cita besarku untuk membuat perubahan besar melalui pendidikan, karena kupikir tidak lagi menggunakan sarana pendidikan formal akan membuat perubahan besar. Apa yang telah kuperbaiki melalui pendidikan, dirusak oleh sistem pemerintahan yang korup. Orang yang sebelumnya baik, menjadi tidak baik karena menuruti sistem pemerintahan yang korup.

Aku berpikir ulang, untuk mengubah jalan perubahan. Tidak lagi melalui pendidikan formal, melainkan melalui lembaga penyelenggara Pemilu, karena kupikir akan sia-sia memperbaiki pendidikan, setelah orang didik dengan baik melalui pendidikan formal, setelah terjun ke dunia kerja, mereka disekap dalam sistem yang korup, dan sangat materialistis.

Pengejaran gengsi berpendidikan tinggi kurasakan ketika masa kuliah, dari tahun 1998 s.d. 2007. Aku berniat untuk menghentikan langkahku untuk belajar melalui pendidikan formal, tapi keluargaku terutama Orang tua dan Saudaraku memaksaku agar menyelesaikan pendidikan. Mereka tidak pernah mengerti apa yang kumaui. Sekitarku bilang, aku ini orang yang muluk-muluk, dan mereka mau agar aku turuti saja apa yang ada di masyarakat, meskipun penuh dengan penyakit, turuti saja, toh.. semua orang berperilaku buruk untuk mendapatkan apa yang dimauinya.

Indonesia di Tahun 1998, bulan Mei suasana mencekam, hari kelahiranku tanggal 24 Mei diliputi suasana mencekam. Seakan ini adalah sebuah pertanda untuk memulai dari kekacauan dimana-mana. Gejolak perubahan menginginkan reformasi, dan waktu itu usiaku masih belasan, tepatnya 18 Tahun. Semangat mudaku tak terbendung, aku putuskan untuk menghentikan cita-cita terbesarku untuk menjadi pakar teknologi, karena tidak mungkin memperbaiki situasi, dan aku hanya bergaul dengan benda mati.

Kupelajari Ilmu Psikologi, berawal dari kecintaanku dengan buku-buku filsafat bacaan Bapak dirumah. Aku melihat semua kebodohan dimana-mana, orang terhimpit dalam pengejaran bayang-bayang yang tak bertujuan. Semua semu, dan keterasingan sosial dimana-mana. Aku tak habis pikir, energiku berlebih untuk memikirkan semua. Tapi tak seorangpun mampu memahami apa yang ingin kuwujudkan, perjuangan akhlak, bukan perjuangan untuk mendapatkan barang-barang berserakan yang dianggap orang tujuan puncak pencapaian kesuksesan.

Mengedukasi kumpulan manusia lebih susah dibandingkan dengan mengelola rumus teknik. Formula manusia sangat kompleks, dan tidak ada konsep sistematis yang mampu menghentikan perkembangannya, ketika energi jiwa telah menggerakkan semua. Kumpulan benda teknik, yang diangggap orang sebagai teknologi modern, tidaklah pernah maju, ketika semua keinginan manusia digerakkan oleh nafsu untuk menjadi pusat dari segalanya.

Di Tahun 2015 ini, semangat usia 25 terus membakar kemauanku untuk terus berikhtiar dalam perjuangan tertinggi manusia, ya.. perjuangan akhlak, yang lain tidak. Mempelajari sepak terjang Nabi-Nabi, mengorganisasi orang melalui keinginan untuk hidup lebih tenang dan bahagia versi pendakwah di era tahun ini. Masih juga belum kutemukan kebenarannya, mereka diliputi kemauan untuk hidup tenang melalui jalan agama. Ya, agama yang didasari dengan anggapan-anggapan logika melalui pemahaman bahasa manusia.

Tidak cukup untuk merasai kebenaran agama melalui jalan logika. Membawa kemana-mana semua tanya, dikelola oleh mesin pencarian raksasa google, tidak juga akan ditemukan jawaban. Kumpulan artikel dari segala sumber tidak akan menjawab semua kebenaran. Hanya rintihan tanya, dan menjadi budak nafsu rasa ingin tahu semata. Rata-rata orang kalut dalam lautan pencarian tanpa makna. Semua merasa paling tahu, ketika mendapatkan perangkat yang didalamnya disematkan produk google pencarian.

Budaya instan, pragmatis dan tanpa pikir. Inilah yang sekarang ini kurasa. Mungkin dua tokoh besar Frobel dan Ki Hajar akan meradang, jika mengetahui potret pendidikan sekarang, yang kesemuanya tidak memerdekakan manusia, hanya berisi kumpulan kurikulum dan gambaran berapa besar uang yang telah dihabiskan untuk mengejar gengsi menjadi orang yang berpendidikan tinggi, namun miskin tindakan untuk berbuat kebaikan dalam skala yang besar.

Universalisme hanya sekedar konsep yang mengarah pada satu kontrol, dan inipun tidak pernah terjadi, sampai detik ini. Tidaklah hidup sederhana yang seharusnya ada dalam setiap pergerakan perjuangan hidup, bukan lagi memikirkan gambaran pembangunan gedung-gedung tinggi simbol kesombongan dan pertanda kiamat makin dekat.

Berjalan kemanapun diracuni keinginan untuk terus berjuang di alam kapital. Semua ingin bekerja lebih lama, dan ingin mendapatkan yang lebih untuk membiayai gaya hidup yang sebenarnya hanyalah eksperimental kebutuhan buatan manusia melalui pabrik-pabrik yang didalamnya penuh buruh-buruh yang ingin lepas dari himpitan kebutuhan yang terus berencana dan semakin kalut akan imajinasi bahagia di dunia.

Kesadaran tertinggi, tidak lagi pada pencapaian visi, misi dan strategi. Inilah bualan yang terus dihembuskan agar setiap kita terus berlari mengejar apa yang bukan tujuan sesungguhnya. Hidup tidak lagi mudah, ketika semua jalan dipenuh pakar otak kiri yang terus menghitung-hitung pencapaian tertinggi yang katanya adalah sebuah tujuan. Tapi nyatanya, tidak pernah mendapatkan apa yang menjadi tujuan sebenarnya.
Work online and earn real money